PENDEKATAN BIROKRASI MAX WEBER
VERSUS PENDEKATAN ISLAM
OLEH : H. NURHADI MP.d
A. LATAR
BELAKANG
Teori birokrasi ditemukan oleh
seorang Yahudi Jerman yang bernama Max Weber. Dalam kepemimpinan sangat
terkesan tingkatan – tingkatan level kepemimpinan ; Top Leader, Middle Leader
dan Low Leader dalam suatu organisasi. Weber juga menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan,
di mana pemimpin (superordinat) mempraktekkan kontrol atas bawahan
(subordinat). Sistem birokrasi menekankan pada aspek “disiplin.” Sebab itu,
Weber juga memasukkan birokrasi sebagai sistem legal-rasional. Legal oleh sebab
tunduk pada aturan-aturan tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga.
Rasional artinya dapat dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan sebab-akibatnya.
Pendekatan kepemimpinan dalam islam
memiliki perbedaan yang nyata dengan Toeri Birokrasi Max Weber. Penonjolan kepemimpinan
islam lebih menjaga hubungan pimpinan dengan seluruh personal dan menghargai
kemanusiaan sama rata dibanding dengan tingkatan- tingkatan hirarki. Dalam
tulisan ini kita mencoba membandingkan hal tersebut dalam uraian berikut ;
B. PENDEKATAN BIROKRASI MAX WEBER
1.
Kelebihan
sistem birokrasi max weber:
Ada Aturan,
Norma, dan Prosedur untuk Mengatur Organisasi Dalam model teori birokrasi Max
Weber, ditekankan mengenai pentingnya peraturan. Weber percaya bahwa peraturan
seharusnya diterapkan secara rasional dan harusnya ada peraturan untuk segala
hal dalam organisasi. Tentunya, peraturan-peraturan itu tertulis. Dengan
demikian, organisasi akan mempunyai pedoman dalam menjalankan
tugas-tugasnya
2.
Kekurangan
sistem birokrasi max weber:
Hierarki
Otoritas Yang Formal Malahan Cenderung Kaku Karena sistem hierarki perusahaan,
maka bawahan akan segan menyapa atasannya kalau tidak benar-benar perlu. Hal
ini menciptakan suasana formal yang malah cenderung kaku dalam organisasi.
birokrasi
sebagai wewenang atau kekuasaan yang berbagai departemen pemerintah dan
cabang-cabangnya memeperebutkan diri untuk mereka sendiri atas sesama warga
negara. Kamus teknik bahasa Italia terbit 1823 mengartikan birokrasi sebagai
kekuasaan pejabat di dalam administrasi pemerintahan.
Birokrasi
berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah suatu sistem
kontrol dalam organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional
dan sistematis, dan bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan
aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas
administrasi berskala besar (disarikan dari Blau & Meyer, 1971; Coser &
Rosenberg, 1976; Mouzelis, dalam Setiwan,1998).
Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
birokrasi didefinisikan sebagai :
- Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan
- Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.
Definisi birokrasi ini mengalami revisi, dimana
birokrasi selanjutnya didefinisikan sebagai
- Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat,
- Cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai.
C. PENDEKATAN
KEPEMIMPINAN ISLAM
Ideology Islam adalah ideology yang
terbuka. Hal ini mengandung arti walaupun dasar-dasar konseptual yang ada di
dalam bangunan ideology islam sendiri sudah sempurna namun Islam tidak
menutup kesempatan mengomunikasikan ide-ide dan pemikiran-pemikiran dari luar Islam selama
pemikiran tersebut tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan Hadits.
1 .
Pribadi Seorang Pemimpin Yang
Ideal
a.
Perspektif al-Qur’an
Dalam
suatu riwayat Aisyah ditanya tentang akhlak Rasulullah, beliau menjawab :
akhlak Rasul adalah al-Qur’an. Di dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang
menjelaskan tentang akhlak mulia seorang pemimpin.
-
Berpengetahuan luas, kreatif,
inisiatif, peka, lapang dada, selalu tanggap. Hal ini di jelaskan dalam surat al-Mujadalah ayat : 11
“Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
-
Adil, jujur, dan konsekuen. Dalam
surat an-Nisa ayat 58 :
Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
Melihat.
-
Bertanggung jawab. Dalam surat
al-An’am ayat 164
Katakanlah:
"Apakah Aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal dia adalah Tuhan bagi
segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya
kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul
dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya
kepadamu apa yang kamu perselisihkan."
-
Dapat menjaga amanah dan kepercayaan
orang lain. Dalam surat al-Baqarah ayat 166 ;
(yaitu)
ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang
mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara
mereka terputus sama sekali.s
Siapakah
yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
-
Memberikan petunjuk dan pengarahan.
Dalam Surat as-Sajdah ayat 24 ;
Dan
kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk
dengan perintah kami ketika mereka sabar. dan adalah mereka meyakini ayat-ayat
kami.
-
Suka bermusyawarah. Dalam surat Ali
Imran ayat 159 ;
Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka.
sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itU. Kemudian apabila
kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
b.
Perspektif Hadits
-
Zuhud terhadap kekuasaan
“Kami tidak
mengangkat orang yang berambisi kedudukan”. (HR. Muslim)
-
Memiliki visi keummatan
“Ka’ab bin
Iyadh ra bertanya : Ya Rasulullah, apabila seorang mencintai kaumnya itu
tergolong fanatisme ?, Nabi Menjawab : Tidak, fanatisme adalah bila seseorang
mendukung kaumnya atas suatu kedhaliman. (HR. Ahmad).
2. Kepemimpinan
Islam di Indonesia
a. Formal
Memasuki masa awal kemerdekaan Indonesia, kepemimpinan Islam masih memiliki
peranan yang sangat kuat. Hal ini bisa kita buktikan dengan tercantumnya
kalimat kewajiban menjalankan syariat Islam di dalam piagam Jakartayang dengan
keiklasan hati demi menjaga ikatan persatuan nasional, para pemimpin Islam rela
menghapus kalimat tersebut dari dasar Negara republic Indonesia. Namun jika
kita lihat mukaddimah UUD 1945 maupun pancasila sila pertama di dalamnya warna
Islam sangatlah kental . kepemimpinan soekarno-Hatta mendapat legitimasi dari
masyarakat Islam juga disebabkan faktor dukungan dari tokoh-tokoh Islam yang
dengan setia memback-up perjuangan mereka dengan segala cara. Bukti lagi lain
dari begitu berperannya umat Islam pada masa-masa awal berdirinya Indonesia
adalah dengan mendirikannya majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) sebagai
wadah aspirasi politik Indonesia. Di bawah naungan MASYUMI bersatu seluruh
golongan umat Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, PSI dan Petti. Selain itu
banyak kerajaan Islam yang berdiri di Indonesia pada awal masuknya Islam di
Indonesia yang diawali dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai.
b. Non
Formal
Umat Islam di Indonesia masih memandang sosok ulama’ di Indonesia sebagai
pemeimpin-pemimpin nonformal dengan wilayah kepemimpinan yang bahkan melebihi
pemimpin formal itu sendiri. Pada zaman revolusi kemerdekaan peran ulama’
sebagai pemimpin informal dalam mengarahkan proses perjuangan teramat kuat.
Bahkan 99% perjuangan perjuangan yang dikobarkan di seluruh tanah air adalah
perjuangan yang dipimpi oleh para ulama’ yang berjuang dengan keikhlasan hati.
3. Model
Kepemimpinan Rasulullah
Pada masa kebangkitan peradaban, dimana Nabi Muhammad menjadi Rosululloh dimuka
bumi ini, mengusung model kepemimpinan yang ditujukan untuk mengubah paradigma
kepemimpinan tidak beradab. Model kepemimpinan Muhammad ditujukan bahwa
pemimpin dan perangkat kepemimpinannya merupakan sosok yang membawa rakyat
sebagai manusia yang merdeka dan beradab, serta sumberdaya alam dikelola untuk
kesejahteraan manusia (rakyat). Sehingga seorang pemimpin sejatinya merupakan
manusia yang memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan
kecerdasan moral, serta memiliki kemampuan leadership untuk membawa rakyatnya
mampu memanfaatkan potensi dirinya untuk mandiri dan bermanfaat bagi diri dan
masyarakat, dan membawa rakyatnya mampu mengelola sumberdaya yang dimiliki
negaranya untuk kesejahteraan umum.
Masa kebangkitan peradaban moral ini menyuguhkan model kepemimpinan yang ideal
bagi kehidupan berbangsa di dunia, yang ditandai dengan penghapusan perbudakan,
penghancuran rasdiskriminasi, pemeliharaan kekayaan negara yang diperuntukan
untuk kesejahteraan msyarakat umum, penyelenggaraan lembaga keuangan yang
menekankan kepada efisiensi penggunaan modal dan berkeadilan, serta
mengedepankan pemerataan pendapatan melalui mekanisme zakat yang benar dan
profesional dalam pengelolaannya, membangun mekanisme pasar komoditas yang
terhindar dari kecurangan, dan memperlihatkan kecerdasan hubungan internasional
yang dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam negeri dengan
mengedepanlan kemandirian bangsa.
Kepemimpinan Rasulullah tidak hanya menggunakan akal dan fisik, tetapi Beliau
memimpin dengan kalbunya karena hati tidak akan pernah bisa disentuh kecuali
dengan hati. Rasulullah menabur cinta kepada sahabatnya sehingga setiap orang
bisa merasakan tatapannya dengan penuh kasih sayang, tutur katanya yang
rahmatan lil alaamiin, dan perilakunya yang amat menawan. Seorang pemimpin yang
hatinya hidup akan selalu merindukan kebaikan, keselamatan, kebahagiaan bagi
yang dipimpinnya. Kepribadian sebagai pemimpin di dalam pola berpikir ,
bersikap dan berperilaku, merupakan pancaran isi kandungan Al-Qur’an sehingga
sepatutnya diteladani. Sebagai seorang pemimpin, Rasulullah memiliki empat sifat
utama yang mulia , yaitu
a) Siddiq(Benar).
Sifat ini berarti Rasulullah SAW mencintai dan berpihak pada kebenaran yang
datangnya dari Allah SWT, sehingga seluruh pikiran, sikap dan emosi yang
ditampilkan dalam perilaku, ucapan (sabda) dan diamnya beliau merupakan sesuatu
pasti benar. Seluruh wahyu Allah SWT adalah sesuatu yang benar dan Rasulullah
SAW hanya mengikuti apa yang diwahyukan pada beliau. Dalam kepemimpinan berarti
semua keputusan, perintah dan larangan beliau, agar orang lain berbuat atau
tidak berbuat sesuatu pasti benar, karena bermaksud mewujudkan kebenaran dari
AllahSWT.
b) Amanah(Terpercaya)
Sifat ini berarti bahwa Rasulullah SAW merupakan seseorang yang dapat dipercaya,
karena mampu memelihara kepercayaan dengan merahasiakan sesuatu yang harus
dirahasiakan dan sebaliknya selalu mampu menyampaikan sesuatu yang seharusnya
disampaikan. Sesuatu yang harus disampaikan bukan saja tidak ditahan-tahan,
tetapi juga tidak akan diubah, ditambah atau dikurangi. Demikianlah
kenyataannya bahwa setiap firman selalu disampaikan Rasulullah SAW sebagaimana
difirmankan Allah SWT kepada beliau.
c) Tabligh(Menyampaikan)
Sifat ini sejalan dengan sifat amanah, meskipun yang dimaksud terutama sekali
bukan terpercaya, tetapi memiliki kemampuan dalam menyampaikan atau
mendakwahkan wahyu Allah SWT, sehingga jelas maksudnya dan dapat dimengerti.
Dengan demikian semua wahyu yang disampaikan dijadikan juga sebagai pedoman
beliau dalam kehidupan, sehingga setiap perilaku beliau merupakan bagian dari
dakwah mengenai petunjuk dan tuntunan Allah SWT.
d) Fatanah(Pandai)
Sifat ini berarti Allah SWT pasti mendekati Rasulullah SAW dengan tingkat
kecerdasan yang tinggi. Kecerdasan itu tidak saja diperlukan untuk memahami dan
menjelaskan wahyu Allah SWT seperti tersebut di atas. Kecerdasan dibekalkan
juga karena beliau mendapat kepercayaan Allah SWT untuk memimpin umat, karena
agama Islam diturunkan adalah untuk semua manusia dan sebagai rakhmat bagi alam
semesta. Oleh karena itu hanya pemimpin yang cerdas akan mampu memberikan
petunjuk, nasihat, bimbingan, pendapat dan pandangan bagi umatnya, dalam
memahami firman-firman Allah SWT.
e) Maksum(Bebas
dari Dosa)
Sifat ini berarti Rasulullah SAW
merupakan seseorang yang berakhlaq mulia, yang tidak mungkin ditipu dan
disesatkan setan yang terkutuk. Dengan demikian Rasulullah SAW merupakan
manusia yang paling sempurna dalam menjalankan perintah dan meninggalkan
larangan Allah SWT. Kondisi ini dijadikan Rasulullah SAW sebagai manusia yang
bebas dari dosa, baik dalam berpikir, bersabda (bertutur kata) atau diamnya
jika ditanya, maupun dalam berperilaku setiap saat beliau menjalankan
kepemimpinan bagi umatnya.
Perkembangan kepemimpinan di Dunia saat ini, terlebih di Indonesia cenderung
mengabaikan model kepemimpinan yang telah disuguhkan oleh Nabi
Muhammad SAW, bahkan cenderung kepemimpinan Muhammad hanya dijadikan literatur
ideal dan sebagai gambaran hayali yang tidak perlu dicapai. Kehidupan berbangsa
pada masa modern lebih memilih model teori kepemimpinan yang ditawarkan oleh
ilmuwan ketatanegaraan modern meskipun teori tersebut banyak memiliki kelemahan
dalam praktiknya. Seolah model kepemimpinan Muhammad SAW bukan produk ilmiah,
karena tidak termasuk kepada teori hasil pemikiran tokoh/ilmuan ternama.
Sehingga pilihan lebih tertuju kepada model kepemimpinan yang memiliki cacat
dan keraguan dalam mensejahterakan kehidupan berbangsa.
Bahkan di Indonesia semakin lama para pemimpin dan wakil rakyat semakin tidak perduli terhadap masyarakat terutama
masyarakat miskin. Melihat realita yang ada bahkan para wakil rakyat semakin
jelas mempertontonkan gaya hidup mereka yang serba smewah, sedangkan banyak
rakyat miskin yang semakin kesulitan
D. PENUTUP
Kepemimpinan birokrasi menurut Max Weber lebih menekankan
kepada level – level tingkatan pemimpin dan bawahan. Susunan hirarki ini
menyebabkan kepemimpinan yang kaku, ia lebih menekankan kedisiplinan,
keteraturan batas – batas hubungan bawahan pimpinan yang tunduk pada hirarki. Teori
ini mengenyampingkan masalah hubungan personal dimana tidak ada kebebasan
bawahan terhadap Top Leader. Seorang bawahan hanya boleh berkomunikasi atau
berhubungan dalam hal pekerjaan kepada atasannya langsung.
Di dalam kepemimpinan islam bentuk struktur hirarkinya lebih
berbentuk Circle Leadership. Pemimpin dikelilingi oleh bawahan secara langsung.
Ia mengenyampingkan hirarki kepemimpinan seperti pada Teori Birokrasi. Dalam islam
setiap rakyat atau ummat boleh mengadukan persoalannya kepada pemimpin puncak,
seperti pada zaman Rasulullah setiap ummat yang menghadapi masalah boleh
mengadu kepada Rasulullah