PERJALANAN KE KOTA SERAMBI MEKKAH
SEBAGAI KOTA SEJARAH DAN KOTA WISATA
Pertama Penulis singgah di Mesjid Baiturrahman Banda Aceh
yang megah. Mesjid ini berdiri pada abad ke 16 Masehi, ketika para pedagang
dari Negeri Arab dan Timur Tengah mulai menetap di Banda Aceh dan sekaligus
berkembangnya Islam di Indonesia. Ini adalah bukti sejarah kerajaan Islam di
Indonesia. Mesjid ini ketika Tsunami yang terhebat di dunia pada 26 Desember
2004 melanda Kota Banda Aceh yang menelan korban jiwa sebanyak lebih kurang 400.000
Jiwa dialah satu-satunya bangunan yang tidak terbawa oleh arus Tsunami. Banyak cerita
yang saya dapati dari masyarakat dan supir Taxi betapa luar biasanya keberadaan
Mesjid ini dan kekuasan Allah Swt, sepertinya air bah hanya lewat di depan
halaman Mesjid ketika itu. Ada peristiwa menarik pada saat itu seorang Saudagar
Tionghoa yang ketika Tsunami berlangsung dia berlindung kedalam mesjid,
Alhamdulillah dia selamat bersama yang lainya dan akhirnya dia masuk agama
Islam sampai hari ini. Disamping itu, Penulis melihat masyarakat Aceh yang agamis
dan rajin mengerjakan ibadah sampai hari ini. Saya melihat Aceh yang damai dan
ramah tamah.
Tempat kedua yang penulis
kunjungi adalah Cagar Budaya Rumah tempat tinggal Pahlawan Nasional Cut Nyak
Dien dan Teuku Umar. Disini penulis mendapatkan bukti kekayaan sejarah
Indonesia khususnya perjuangan Rakyat Aceh melawan penjajahan Belanda. Pada saat
pertama saya memasuki Rumah Cut Nyak Dhien ini kami disambut ramah oleh penjaga
rumah tersebut. Dia jelaskan silsilah kerajaan, perjuangan Teuku Umar dan
perjuangan Cut Nyak Dhien setelah Teuku Umar wafat, dia perlihatkan juga
benda-benda pusaka, kamar tidur, ruang rapat, ruang tamu, dapur dan kamar mandi
beliau.
Sekilas sejarah Srikandi Aceh Cut Nyak Dhien, dia adalah
Putri dari Teuku Nanta Setia bersama istrinya Putri Bangsawan Lampageu, yang
dipercaya oleh Sultan Aceh ketika itu sebagai Hulubalang. Pada tahun 1868 dia
menikah dengan Teuku Ibrahim Panglima Lamnga yang disegani oleh Belanda. Gencarnya
serangan Belanda terhadap Rakyat Aceh pada tahun 1873 Teuku Ibrahim gugur dalam
peperangan. Cut Nyak Dhien menikah kedua dengan Teuku Umar anak dari Teuku Cut
Mahmud bersama Cut Mahani, yang masih memiliki hubungan pertalian keluarga atau
pulang ke anak Paman. Cut Nyak Dhien memiliki jiwa Patriot yang sangat tinggi
untuk membela kerajaan Aceh, dia bersemangat mendampingi suaminya Teuku Umar
untuk mengusir Belanda dari Tanah Aceh. Di dalam beberapa peperangan Belanda
mundur ke Pulau Jawa sambil menyusun siasat peperangan baru.
Sehari sebelum meninggalkan Banda Aceh kami menyempatkan
diri singgah di Kapal Apung, yakni kapal tempat listrik tenaga diesel yang
biasanya berada di tengah laut di ujung Pantai Ulele yang ketika Tsunami dibawa
air ke tengah kota Banda Aceh, sekarang kapal itu menjadi bukti sejarah
peristiwa Tsunami. Kami juga berkunjung ke Museum Tsunami. Bangunan ini
dibangun oleh Donatur asing setelah pulihnya Tsunami, bangunan yang megah dan
didalamnya tergantung poster-poster serta lukisan-lukisan peristiwa Tsunami. Didalam
gedung ini juga diputarkan Film Peristiwa Tsunami untuk pengunjung. Ketika menonton
ini tanpa disadari kami meneteskan air mata oleh kejadian di dalam film itu yakni
berselang waktu lima sampai sepuluh menit air laut melanda kota Banda Aceh setinggi
10 meter dan menyapu habis seluruh bangunan dan manusia di dalamnya, ratusan
ribu orang dalam sekejap mata meninggal, kecuali tinggal bangunan-bangunan
Mesjid peninggalan abad ke 16 yakni Baiturrahman di Banda Aceh dan Baiturrahim
di Ulele dan beberapa kuburan para Ulama terdahulu.