Minggu, 31 Mei 2015

Cerita Pendidikan



BAYANGAN SEMU
ANTARA GELANDANGAN DENGAN PEMILIK CAFE

Cerita nasehat oleh NURHADI, M.Pd


Pada suatu hari seorang gelandangan tua berjalan lemah gemulai di trotoar tidak jauh dari sebuah cafe terbuka (open bars). Dia berhenti disebuah pohon kayu rindang dan bersandar sambil duduk beralaskan koran. Tidak jauh dari tempat duduknya seorang koki cafe sedang membakar ayam sambil mengoles panggangannya dengan minyak goreng. Udara harumnya masakan semerbak terbang kemana-mana dan juga sampai ke hidungnya. Menikmati harumnya masakan membuat gelandangan tua itu kelaparan. Untunglah dia teringat bekal bungkusannya ada didalam ransel, diambilnya bungkusan itu dan dibukanya.
Gelandangan tua itu mulai menikmati nasi putih yang ada dalam bungkusan. Cara menikmati nasinya adalah dengan menghirup udara panggang ayam yang tidak jauh dari tempat ia duduk. Sekali hirup disusul dengan sesuap nasi begitu seterusnya. Kelihatannya gelandangan ini menikmati makanannya dengan lahap, sehingga mengundang perhatian bagi  pemilik cafe. Diperhatikannya secara terus menerus dan akhirnya didekatinya gelandangan itu. Ketahuanlah bahwa gelandangan itu hanya memiliki nasi putih saja, dengan kata lain berarti gelandangan ini bisa makan lahap akibat menikmati harumnya panggang ayam yang sedang dimasak koki.
Melihat keadaan ini, pemilik cafe merasa dirugikan karena si gelandangan bisa makan enak adalah akibat bau panggang ayam. Juragan cafe memprotes kepada gelandangan, “hei, kamu makan enak adalah karena menikmati bau panggang ayam saya, kamu harus bayar Rp. 1.000”, gelandangan itu menjawab “saya tidak memakan panggang ayam mu, tidak pantas saya membayar”. Mereka akhirnya bertengkat berlawan-lawan kata dan mengundang perhatian para pengunjung yang ada disekitar itu.
Pertengkaran itu tidak ada usainya satu sama lain tidak ada yang mengalah. Akhirnya kedua belah pihak sepakat membawa kasus ini ke pengadilan. Sesampai di pengadilan pemilik cafe memberikan laporan kepada hakim. Tidak berselang waktu lam kedua belah pihak dihadirkan di meja persidangan. Hakim memulai pertanyaan kepada gelandangan tua berdasarkan seluruh laporan tuntutan pemilik cafe.
“Benarkah kamu tidak mau membayar ayam panggang pemilik cafe ini?” tanya hakim kepada gelandangan. Bapak tua itu langsung menjawab “saya tidak ada memakan ayam panggangnya, kenapa saya harus membayar?”, pak hakim melanjutkan pertanyaan “bukankah kamu makan lahap karena menikmati ayam panggang pemilik cafe ini?”, dijawab kembali oleh gelandangan itu bahwa ia tidak memakan ayam panggang, hanya memakan nasi putih miliknya saja. Pak hakim mengajukan pertanyaan pula kepada pemilik cafe, “benarkah demikian saudara pemililk cafe?”. Pemilik cafe menjawab “benar pak, tetapi dia makan lahap sambil menghirup udara panggang ayam saya”. Pak hakim baru mengetahui persoalan yang sebenarnya.
Akhirnya hakim ketua dengan beberapa hakim anggota berunding sambil membuat keputusan yang paling bijak. Saat itu baik penuntuk maupun yang dituntut sama-sama sabar menunggu keputusan hakim. Sampailah akhirnya keputusan hakim dibacakan.
“Saudara penuntut dan saudara yang dituntut ikut saya ke halaman pengadilan”. Ketiganya berjalan menuju halaman pengadilan. Saat itu udara sangat panas, matahari berada tegak lurus diatas kepala. Pak hakim mengambil uang recehaan tukar Rp. 1.000 dan menyuruh gelandangan itu memegang uang tersebut. Sinar matahari menyinari uang perak tersebut, dan pak hakim penyuruh gelandangan itu memiringkan sedikit pegangan uangnya. Saat yang bersamaan pemilik cafe disuruh menampung dengan tangan, dan cahaya pantulan uang tepat jatuh di tampungan tangan pemilik cafe.
Pak hakim berkata “keputusan pengadilan hanya seperti ini, saudara pemilik cafe kamu hanya dapat bayangan uang Rp. 1.000 ditelapak tanganmu, dan kamu saudara gelandang tua bebas demi hukum”. Kasus ini selesai dan ditutup.
Pemilik cafe baru menyadari kesalahannya bahwa dia tidak ada dirugikan, kelahapan makan sambil menghirup udara ayam panggang itu hanya bersifat semu tidak jauh bedanya dengan keputusan hakim yang menjatuhkan uang bayangan Rp. 1.000 ke tangan pemilik cafe.

Pengikut