Jumat, 14 November 2014

PERJALANAN KE KOTA SERAMBI MEKKAH SEBAGAI KOTA SEJARAH DAN KOTA WISATA


PERJALANAN KE KOTA SERAMBI MEKKAH SEBAGAI KOTA SEJARAH DAN KOTA WISATA

Pada tanggal 10 November 2014, Penulis artikel ini Kepala Kantor Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Kampar memenuhi undangan Konferensi Perpustakaan Digital indonesia  ( KPID ) di Hotel Hermes Palace Banda Aceh, kegiatan berlangsung selama tiga hari dan berjalan dengan sukses. Di sela-sela kegiatan tersebut Penulis menyempatkan diri mempelajari alam Banda Aceh yang indah dan memiliki kekayaan sejarah dan peristiwa Tsunami yang tragis pernah melanda negeri ini.
Pertama Penulis singgah di Mesjid Baiturrahman Banda Aceh yang megah. Mesjid ini berdiri pada abad ke 16 Masehi, ketika para pedagang dari Negeri Arab dan Timur Tengah mulai menetap di Banda Aceh dan sekaligus berkembangnya Islam di Indonesia. Ini adalah bukti sejarah kerajaan Islam di Indonesia. Mesjid ini ketika Tsunami yang terhebat di dunia pada 26 Desember 2004 melanda Kota Banda Aceh yang menelan korban jiwa sebanyak lebih kurang 400.000 Jiwa dialah satu-satunya bangunan yang tidak terbawa oleh arus Tsunami. Banyak cerita yang saya dapati dari masyarakat dan supir Taxi betapa luar biasanya keberadaan Mesjid ini dan kekuasan Allah Swt, sepertinya air bah hanya lewat di depan halaman Mesjid ketika itu. Ada peristiwa menarik pada saat itu seorang Saudagar Tionghoa yang ketika Tsunami berlangsung dia berlindung kedalam mesjid, Alhamdulillah dia selamat bersama yang lainya dan akhirnya dia masuk agama Islam sampai hari ini. Disamping itu, Penulis melihat masyarakat Aceh yang agamis dan rajin mengerjakan ibadah sampai hari ini. Saya melihat Aceh yang damai dan ramah tamah.
Tempat kedua yang penulis kunjungi adalah Cagar Budaya Rumah tempat tinggal Pahlawan Nasional Cut Nyak Dien dan Teuku Umar. Disini penulis mendapatkan bukti kekayaan sejarah Indonesia khususnya perjuangan Rakyat Aceh melawan penjajahan Belanda. Pada saat pertama saya memasuki Rumah Cut Nyak Dhien ini kami disambut ramah oleh penjaga rumah tersebut. Dia jelaskan silsilah kerajaan, perjuangan Teuku Umar dan perjuangan Cut Nyak Dhien setelah Teuku Umar wafat, dia perlihatkan juga benda-benda pusaka, kamar tidur, ruang rapat, ruang tamu, dapur dan kamar mandi beliau.
Sekilas sejarah Srikandi Aceh Cut Nyak Dhien, dia adalah Putri dari Teuku Nanta Setia bersama istrinya Putri Bangsawan Lampageu, yang dipercaya oleh Sultan Aceh ketika itu sebagai Hulubalang. Pada tahun 1868 dia menikah dengan Teuku Ibrahim Panglima Lamnga yang disegani oleh Belanda. Gencarnya serangan Belanda terhadap Rakyat Aceh pada tahun 1873 Teuku Ibrahim gugur dalam peperangan. Cut Nyak Dhien menikah kedua dengan Teuku Umar anak dari Teuku Cut Mahmud bersama Cut Mahani, yang masih memiliki hubungan pertalian keluarga atau pulang ke anak Paman. Cut Nyak Dhien memiliki jiwa Patriot yang sangat tinggi untuk membela kerajaan Aceh, dia bersemangat mendampingi suaminya Teuku Umar untuk mengusir Belanda dari Tanah Aceh. Di dalam beberapa peperangan Belanda mundur ke Pulau Jawa sambil menyusun siasat peperangan baru.
Pasang surutnya politik Teuku Umar dalam menghadapi belanda, Teuku Umar pernah pura-pura memihak kepada Belanda sehingga Belanda memberikan penghargaan kepada Beliau yakni diangkat sebagai Panglima Besar Belanda dan diberi hadiah sebuah Istana di daerah Lampisang, Aceh Besar dengan fasilitas bergaya Eropa. Pada saat itulah rumah Cut Nyak Dhien diserang oleh Belanda dan dibakar. Hal ini dilakukan oleh Teuku Umar sebagai tipu daya terhadap Belanda, sedangkan dia bersatu kembali dengan Cut Nyak Dhien beserta Rakyat Aceh, peperangan yang hebat terhadap Belanda berlangsung kembali sehingga dalam pertempuran itu Teuku Umar tewas pada tanggal 11 Februari 1899 di tangan Panglima Belanda Van Heutsz. Perjuangan rakyat diteruskan oleh Cut Nyak Dhien secara gerilya dari hutan ke hutan melawan Belanda. Pada tanggal 6 November 1905 beliau ditangkap pasukan Belanda dibawah pimpinan Letnan Van Vuuren dan Kapten Veltmen berdasarkan informasi mata-mata Pang Laot. Atas perintah Jenderal Van Daalen, Cut Nyak Dhien diasingkan ke Sumedang Jawa Barat sampai akhir hayatnya, dia di kuburkan di Tanah Priangan Sumedang Jawa Barat.

Di saat lain Penulis mengunjungi Ulele dan Pantai Lampu uk yang indah. Tempat ini banyak dikunjungi oleh pariwisata, ia terkenal dengan pantai yang indah dan ditengah laut terlihat jelas gunung-gunung yang mengelilingi Kota Banda Aceh. Batu-batu gunung ini banyak terdapat jenis giok, batu solar, batu bio solar, batu kecubung api, batu cempaka, batu giok mentimun dan batu lumut lainya. Kekayaan alam ini membuat para pecinta batu mulia berdatangan dari mancanegara sehingga di Ulele didirikan pasar batu mulia yang baru diresmikan oleh gubernur pada bulan Oktober 2014, disinilah penulis menikmati keindahan batu solar dan membelinya beberapa butir sebagai cendramata. Di pantai Lampu Uk, kami menyempatkan makan siang dengan ikan bakar segar dari laut aceh. Keesokan harinya kami beserta rombongan menyeberang dari Ulele terus menuju pulau Sabang melihat sebuah tempat yang disebut Titik Nol Indonesia. Disinilah dimulai menghitung ukuran panjang wilayah Indonesia.
Sehari sebelum meninggalkan Banda Aceh kami menyempatkan diri singgah di Kapal Apung, yakni kapal tempat listrik tenaga diesel yang biasanya berada di tengah laut di ujung Pantai Ulele yang ketika Tsunami dibawa air ke tengah kota Banda Aceh, sekarang kapal itu menjadi bukti sejarah peristiwa Tsunami. Kami juga berkunjung ke Museum Tsunami. Bangunan ini dibangun oleh Donatur asing setelah pulihnya Tsunami, bangunan yang megah dan didalamnya tergantung poster-poster serta lukisan-lukisan peristiwa Tsunami. Didalam gedung ini juga diputarkan Film Peristiwa Tsunami untuk pengunjung. Ketika menonton ini tanpa disadari kami meneteskan air mata oleh kejadian di dalam film itu yakni berselang waktu lima sampai sepuluh menit air laut melanda kota Banda Aceh setinggi 10 meter dan menyapu habis seluruh bangunan dan manusia di dalamnya, ratusan ribu orang dalam sekejap mata meninggal, kecuali tinggal bangunan-bangunan Mesjid peninggalan abad ke 16 yakni Baiturrahman di Banda Aceh dan Baiturrahim di Ulele dan beberapa kuburan para Ulama terdahulu.




Pengikut