LANDASAN TEORI EKOSENTRISME
ILMU LINGKUNGAN HIDUP
Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika
lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja
karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara
pandang antroposentrisme yang membatasi pemberlakuan etika hanya pada komunitas
manusia. Keduanya memperluas pemberlakuan etika untuk komunitas yang lebih
luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup
(biotis), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika
diperluas untuk komunitas ekosistem seluruhnya (biotis dan a-biotis).
Biosentrisme dan ekosentrisme, memandang manusia tidak
hanya sebagai makhluk sosial (zoon politikon). Manusia pertama-tama
harus dipahami sebagai makhluk biologis, makhluk ekologis. Dunia bukan sebagai
kumpulan objek-objek yang terpisah, tetapi sebagai suatu jaringan fenomena yang
saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain secara fundamental.
Etika ini mengakui nilai intrinsik semua makhluk dan memandang manusia tak
lebih dari salah satu bagian dalam jaringan kehidupan.
Bagaimanapun keseluruhan organisme kehidupan di alam ini
layak dan harus dijaga. Holocaust ekologis telah membawa dampak pada setiap
dimensi kehidupan ini. Ekosentrisme tidak menempatkan seluruh unsur di alam ini
dalam kedudukan yang hierarkis dan atau sub-ordinasi. Melainkan sebuah
kesatuan organis yang saling bergantung satu sama lain.
1.Deep Ecology
Salah satu bentuk etika
ekosentrisme ini adalah etika lingkungan yang sekarang ini dikenal sebagai Deep
Ecology. Sebagai istilah, Deep Ecology pertama kali diperkenalkan
oleh Arne Naess, seorang filsuf Norwegia, pada 1973, di mana prinsip moral yang
dikembangkan adalah menyangkut seluruh komunitas ekologis.
Istilah Deep Ecology
sendiri digunakan untuk menjelaskan kepedulian manusia terhadap lingkungannya.
Kepedulian yang ditujukan dengan membuat pertanyaan-pertanyaan yang sangat
mendalam dan mendasar, ketika dia akan melakukan suatu tindakan. Kesadaran
ekologis yang mendalam adalah kesadaran spiritual atau religius, karena ketika
konsep tentang jiwa manusia dimengerti sebagai pola kesadaran di mana individu
merasakan suatu rasa memiliki, dari rasa keberhubungan, kepada kosmos sebagai
suatu keseluruhan, maka jelaslah bahwa kesadaran ekologis bersifat spiritual
dalam esensinya yang terdalam. Oleh karena itu pandangan baru realitas yang
didasarkan pada kesadaran ekologis yang mendalam konsisten dengan apa yang
disebut filsafat abadi yang berasal dari tradisi-tradisi spiritual, baik
spiritualitas para mistikus Kristen, Budhis atau filsafat dan kosmologis yang
mendasari tradisi-tradisi Amerika Pribumi.
Ada dua hal yang sama
sekali baru dalam Deep Ecology. Pertama, manusia dan kepentingannya
bukan ukuran bagi segala sesuatu yang lain. Deep Ecology memusatkan perhatian
kepada seluruh spesies, termasuk spesies bukan manusia. Ia juga tidak
memusatkan pada kepentingan jangka pendek, tetapi jangka panjang. Maka dari
itu, prinsip etis-moral yang dikembangkan Deep Ecology menyangkut seluruh
kepentingan komunitas ekologis.
Kedua, Deep Ecology
dirancang sebagai etika praktis. Artinya, prinsip-prinsip moral etika
lingkungan harus diterjemahkan dalam aksi nyata dan konkrit. Etika baru ini
menyangkut suatu gerakan yang jauh lebih dalam dan komprehensif dari sekedar
sesuatu yang amat instrumental dan ekspansionis. Deep Ecology merupakan gerakan
nyata yang didasarkan pada perubahan paradigma secara revolusioner, yaitu
perubahan cara pandang, nilai dan perilaku atau gaya hidup.
Perspektif Deep
Ecology menekankan pada kepentingan dan kelestarian lingkungan alam.
Pandangan ini berdasar etika lingkungan yang kritikal dan mendudukkan
lingkungan tidak saja sebagai objek moral, tetapi subjek moral. Sehingga harus
diperlakukan sederajat dengan manusia. Pengakuan lingkungan sebagai moral
subjek, membawa dampak penegakkan prinsip-prinsip keadilan dalam konteks
hubungan antara manusia dan lingkungan sebagai sesama moral subjek. Termasuk di
sini isu animal rights. Deep Ecology memandang proses pembangunan harus
sejak awal melihat implikasinya terhadap lingkungan. Karena setiap proses
pembangunan akan melibatkan perubahan dan pemanfaatan lingkungan dan sumber
daya alam.
Dapat disimpulkan bahwa Deep
Ecology timbul karena meningkatnya kesadaran manusia terhadap kaitan
dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Kesadaran tersebut timbul karena manusia
mulai menyadari akibat dari berbagai kerusakan yang dilakukan oleh dirinya
terhadap lingkungan sekitarnya. Kesadaran yang sama kemudian mendorong
berkembangnya konsep pembangunan berkelanjutan. Pada konsep ini manusia harus memperhatikan
daya dukung alam dalam memenuhi kebutuhannya.
2.Prinsip-prinsip
Gerakan Lingkungan
a. Biospheric
egalitarianism-in principle, yaitu pengakuan semua organisme dan makhluk
hidup adalah anggota berstatus sama dari suatu keseluruhan terkait sehingga
bermartabat sama.
b. Non-antroposentrisme,
yaitu manusia merupakan bagian dari alam, bukan di atas atau terpisah dari
alam.
c. Realisasi diri (self-realization),
realisasi diri manusia sebagai ecological self yaitu pemenuhan dan
perwujudan semua kemampuannya yang beraneka ragam sebagai makhluk ekologis.
d. Pengakuan dan
penghargaan terhadap keanekaragaman dan kompleksitas ekologis dalam suatu
hubungan simbiosis.
e. Perlu perubahan
politik menuju ecopolitics, yaitu mencapai suatu keberlanjutan ekologi
secara luas yang berjangkauan jauh ke depan.
3.Sikap DE terhadap
Beberapa Isu Lingkungan
a.Isu Pencemaran
Prioritas DE adalah
mengatasi sebab utama yang paling dalam dari pencemaran, dan bukan sekedar
dampak superfisial dan jangka pendek.
b.Isu Sumber daya Alam
Alam dan kekayaan yang
terkandung didalamnya tidak direduksi dan dilihat semata-semata dari segi nilai
dan fungsi ekonomis, tetapi juga nilai dan fungsi sosial, budaya, spiritual dan
religius, medis dan biologis.
c.Isu Jumlah Penduduk
Pengurangan penduduk
adalah yang menjadi prioritas utama.
d.Isu Keberagaman Budaya
dan Teknologi Tepat Guna
DE berusaha melindungi
keberagaman budaya dari invansi masyarakat industri maju, karena keberagaman
budaya dilihat sebagai analog dan berkaitan dengan keragaman dan kekayaan
bentuk-bentuk kehidupan.
e.Pendidikan dan
Penelitian Ilmiah
Prioritas sialihkan dari
”ilmu-ilmu keras ” ke ”ilmu-ilmu lunak”, khususnya enhetahuan budaya, filsafat
dan etika serta penggalian kearifan tradisional untuk memperkaya wawasan
masyarkat modern.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar